PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DALAM PENIDIKAN


 

A.    Biografi Allama Mohammad Iqbal
Muhammad iqbal (1873-1938) di lahirkan di Sailkot, salah satu kota di Punjab dalam keluarga yang tidak terlalu kaya. Ayahnya yang pegawai negeri kemudian menjadi pedagang merupakan seorang muslim yang sholeh dan memiliki kecenderungan kepada tasawwuf. Iqbal mendapatkan pendidikan pertamanya di sebuah maktab (Madrasah) dan kemudian di Scottish Mission School. Dalam waktu kecilnya ia mendapat pengaruh dari Sayyid Mir hasan, yang mengerti bakat yang besar dari Iqbal itu.
Kemudian ia masuk Goverment College di lahore, dimana ia bertemu dengan Professor Sir Thomas Arnold yang sangat mempengaruhi pribadinya. Kedua pengaruh ini, yaitu dari Sayid Mir hasan dan Thomas Arnold di tambah lagi dengan kesadaran asal-usul aria-nya telah membentuk pemikiran-pemikiran Iqbal. Dari Mir Hasan, ia di bawa untk mencintai nilai-nilai Timur, dan dari Thomas Arnold ia dibawa untuk menghargai disiplin Barat.[1]
Berkat dorongan Sie Thomas Arnold, Iqbal pergi keluar negeri selama tiga tahun pada 1905-1908 M. Di Iggris, ia melanjutkan studi di Trinity College, Universitas Cambridge. Dalam pendidikan itu, Iqbal mengajukan disertasinya berjudu The Development of Metaphysics in Persia pada 4 November 1907 di bawah bimbingan F. Hommel. Disertasinya ini merupakan karya filsafat di mana kemampuan Iqbal dalam meneliti dan keluasannya dalam filsafat diakui orang untuk pertama kalinya. Setelah selama dua tahun studi secara intens di Eropa, Iqbal menjelajahi Italia, Spanyol,  dan negara-negara lain di Eropa. Ketika Iqbal telah menyelesaikan pendidikan akademiknya secara formal, kejeniusannya berkembang menjadi sintesis antara barat dan timur.[2]
Disamping study, ada yang memberi kesan kepada jiwanya yang sensitif dan cemerlang. Khususnya ada tiga hal yang mempengaruhi pikirannya, dan dari tiga hal itulah ia menyusun pikiran-pikirannya yang kelak ia bawa kepada Ummat Islam di India. Yang pertama adalah vitalitas dan kegiatan yang luar biasa dari kehidupan eropa: inisiatif yang banyak dari rakyat Eropa yang ia lihat dan kegiatannya yang tak kenal lelah, yang apabila mereka tidak senang dengan suatu hal, maka dirubahlah sesuatu itu. Yang kedua, adalah berhubungan dengan yang pertama, yaitu bahwa ia mempunyai keyakinan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan yang luar biasa pada keidupan manusia (kekuatan-kekuatan) yang dunia timur sedikit pun belum pernah memimpikan, namun dunia eropa sudah membuktikan dan cenderung untuk terus meningkatkan keungkinan-kemungkinan itu. Yang ketiga, Iqbal mengkritik segi-segi kehidupan Eropa yang jelek. Putus asa yang menghancurkan rohani dari banyak individu yang hidup bahkan dalam masyarakat kapitalis yang kaya raya dan kompetisi yang kejam dan kasar antara rakyat Eropa, pengahncuran yang lebih nyata antara satu bangsa dengan bangsa lain, menyebabkan Iqbal berpaling dari Eropa dengan kecewa. Ia melihat banyak nilai baik dalam kehidupan eropa. Namun, kehidupan eropa tidak akan menjadi contoh bagi kehidupan yang sempurna.[3]
Agama yang dipeluk Iqbal memberikan inspirasi untuk mencari kebaikan-kebaikan dan nilai-nilai tertentu yang bahkan Eropa sendiri tidak mempunyai. Dalam beberapa hal Barat adalah baik, tetapi Islam adalah jauh lebih baik.
Hal ini terungkap dalam syair-syair Iqbal secara gamblang dengan di publikasikannya Asrar-i Khudi (Rahasia Diri) pada tahun 1915. Syair-syair Iqbal sebelumnya bicara tentang alam dan sebagai pantheis[4] sejati. Setelah kembali dari Eropa ia banyak sekali perubahan dalam berpikir. Perubahan itu sebagian besar karena penelitiannya pada sejarah tasawwuf Islam, Development of Metaphsics in Persia. Ia berkesimpulan, bahwa tasawwuf (mistik Islam) tidak memiliki dasar yang kuat dan historis dlam ajaran Islam yang murni. melalui syair Khudi, ia mendorong perlunya mengembangkan diri serta menyerang penyair atau sufi yang mengabaikan atau menentangnya.[5]

B.     Pemikiran Mohammad Iqbal Tentang Pendidikan
a.       Kurikulum
Kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai macam rencana kegiatan anak didik yang terperinci yang berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar dan hal-hal yang mencakup kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.[6]
Adapun isi kurikulum pendidikan menurut Muhammad Iqbal adalah: Isi kurikulum pendidikan harus mencakup agama, sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Muhammad Iqbal berpendapat bahwa agama adalah suatu kekuatan dari kepentingan besar dalam kehidupan individu juga masyarakat.[7] Iqbal juga berpendapat bahwa agama juga bukan sekedar persoalan sebagian kehidupan manusia saja. Bahwa agama.[8] Apabila pengetahuan dalam arti ini tidak ditempatkan dibawah agama, ia akan menjelma menjadi kekuatan syetan. Pengertian dalam arti ini dipandang berfungsi sebagai langkah pertama dalam rangka mendapatkan pengetahuan yang sebenarnya. Oleh karenanya kitab merupakan sarana dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Jadi menurut Muhammad Iqbal, antara agama dan ilmu pengetahuan harus berjalan secara selaras, karena agama mampu menyiapkan manusia modern untuk memikul tanggung jawab yang besar yang dimana ilmu pegetahuan juga pasti terlibat. Adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan dan agama menurut Iqbal adalah suatu tindakan yang kurang bijaksana.
b.      Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan daya budaya yang mempengaruhi kehidupan perorangan maupun kelompok masyarakat untuk membentuk manusia mukmin sejati atau yang biasa disebut dengan Insan Kamil.
Adapun rincian dari tujuan penudidikan itu, di antaranya:
1.      Pendidikan bukan sekedar untuk mencapai kehidupan di dunia saja ataupun di akhirat saja. hal ini dapat dilihat dari otokritiknya terhadap budaya keilmuan Timur dan Barat.
2.      Tujuan akhir dari pendidikan hendaknya dapat memperkokoh dan     memperkuat individualitas dari semua pribadi, sehingga mereka dapat menyadari segala kemungkinan yang dapat saja menimpa mereka.[9]

c.           Metode Pembelajaran
Metode pendidikan merupakan bagian dari alat-alat pendidikan dalam upaya          untuk mencapai tujuan pendidikan.
                      Adapun metode pendidikan yang sesuai menurut Muhammad Iqbal adalah :
1.      Self activity: metode yang terbuka bebas bagi keaktifan sendiri. Metode ini di gunakan untuk mencari potensi diri atau mengembangkan potensi diri peserta didik dengan kebebasan mengembangkan kreativitas sesuai dengan yang di kehendaki.
2.      Learning by doing. Jenis pengajaran yang di kehendakinya adalah menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengundang mereka untuk bekerja dengan penuh kesdaran akan tujuan yang di galinya dari sumber yang tersedia dalam lingkungan mereka. Metode eksperimen sangat di butuhkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan pengetahuan tidak hanya sekeder bersifat teoritis saja akan tetapi perlu pembuktian dan aktualisasi.[10]
d.      Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah SWT.
Muhammad Iqbal berpendapat bahwa tumbuh kembangnya individualitas tidak mungkin terjadi tanpa kontak langsung dengan lingkungan yang konkrit dan dinamis.
Sikap pendidik yang baik menurut Muhammad Iqbal adalah dengan jalan membangkitkan kesadaran yang sungguh pada anak didiknya berkenaan dengan aneka ragam relasi dengan lingkungannya dan dengan jalan demikian merangsang pembentukan sasaran-sasaran baru secara kreatif.
Iqbal juga menuntut kita untuk menerima segala pengalaman dengan terbuka dan menolak sikap hidup menutup diri, mengasingkan diri dari pergaulan. Guru yang mengurung siswanya antar keempat dinding kelasnya bagaikan ahli tani menyimpan tanamannya di rumah kaca, iqbal menyebutnya sebagai perampas anak dengan alamnya.[11]



                                         DAFTAR PUSTAKA

Ali,  A. Mukti Ali, 1990, Ijtihad Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan, dan Muhammad Iqbal,    Jakarta: Bulan Bintang
             
Khuza’i, Rodliyah, 2007, Dialog Epistemologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Pierce, Bandung: Refika Aditama.
Saiyidain K.G., Iqbal’s Educational Philosophy, di terjemahkan oleh: M.I Soelaeman, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, Bandung: Diponegoro, 1981
Aziz, Abdul, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: teras

Luce, Miss dan Claude Maitre, 1981 Introduction ala pense d`iqbal, (Pengantar ke Pemikiran Iqbal) diterjemahkan oleh Djohan Effendi, Jakarta : Pustaka Kencana





                         [1] Prof. Dr. A. Mukti Ali, Ijtihad Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan, dan Muhammad Iqbal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 19-20
                        [2] Dr. Rodliyah Khuza’i, Dialog Epistemologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Pierce, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 57-58
               [3] Prof. Dr. A. Mukti Ali, Ijtihad Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan, dan Muhammad Iqbal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 21
              [4] Pantheisme: Faham serba Tuhan, ajaran yang memandang bahwa seluruh semesta pada hakikatnya adalah (penjelmaan) dari Tuhan jua.
              [5] Dr. Rodliyah Khuza’i, Dialog Epistemologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Pierce, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 58
[6] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: teras, 2009). hlm. 163-164
             [7]Miss Luce dan Claude Maitre, Introduction ala pense d`iqbal, (Pengantar ke Pemikiran Iqbal) diterjemahkan oleh Djohan Effendi, (Jakarta : Pustaka Kencana,1981), hal.18
             [8] Rodliyah Khuza’i, Dialog Epistemologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Peirce, (Bandung: Refika Aditama, 2007) hlm. 89
            [9] K.G. Saiyidain, Iqbal’s Educational Philosophy, di terjemahkan oleh: M.I Soelaeman, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, (Bandung: Diponegoro, 1981), hlm. 28
                 [10] K.G. Saiyidain, Iqbal’s Educational Philosophy, di terjemahkan oleh: M.I Soelaeman, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, (Bandung: Diponegoro, 1981), hlm. 47
[11] K.G. Saiyidain, Iqbal’s Educational Philosophy, di terjemahkan oleh: M.I Soelaeman, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, (Bandung: Diponegoro, 1981), hlm. 56

Komentar

Postingan populer dari blog ini

fakta-fiktif, "TLEKEMONIKASI"

Menilik Hukum Perdagangan Manusia "Human Trafficking" dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

makalah bahasa Arab "Al-Mutsanna"