makalah bahasa Arab "Al-Mutsanna"


MAKALAH
AL-MUTSANNA  (المثني)
Disusun GunaMemenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Bahasa Arab
Dosen Pengampu: Ibu Dailatus Syamsiah, S,Pd.I


Disusun Oleh:
Moh. Rizki Sidiq   (12410174)


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobil ‘alamiin……
Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan kekuatan kepada kami sehingga kami dengan segala penuh taufiq dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan penyusuanan tugas makalah bahasa arab ini dengan tema “AL_MUTSANNA”.
Kami yang masih dalam tahap dan proses belajar ini menccoba mengajak berlajar bersama tentang isim tasniyah. Hal ini di perlukan sebagai pelengkap atas makalah dan tema-tema yang telah teman kami buat.





















BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Zaman sekarang seakan menuntut para Mahasisiwa untuk tidak hanya mampu bicara dalam bahasa Inggris saja, namun juga bahasa-bahasa lain juga dianggap penting sebagai bahan pembelajaran. Apalagi mahasiswa Universitas Islam Negeri yang memiliki basic keislaman, setidaknya bahasa Arab dianggap sangat penting sebagai penunjang pemahan akademiknya kedepan.
Dalam hal ini, kami mencoba menyusun sedikit dari materi bahsa Arab sebagai bahan belajar bersama untuk lebih memahami bahasa Arab. Materi yang kami susun berjudul “AL-MUTSANNA”, suatu isim yang menyatakan “dua” dalam kaidah bahasa Arab.

2.      RUMUSAN MASALAH.
1.      Apa itu Al-Mutsanna?
2.      Apa saja yang termasuk dalam kategori Al-Mutsanna?
3.      Bagaimana membedakan antara isim Tasniyah dengan isim mudzakar salim dalam keadaan nashob dan jer?

3.      TUJUAN PENULISAN MAKALAH.
1.      Menjelaskan pengertian al-Mutsanna
2.      Memaparkan beberapa hal yang masuk dalam kategori Al-Mutsanna.
3.      Menjelaskan bagaiamana untuk membedakan Al-Mutsanna dengan isim mudzakar salim dalam keadaan I’rob nashob dan jer.


















AL-MUTSANNA
1.      PENGERTIAN (Ta’rif)
Al mutsanna (tatsniyah) adalah isim yang menunjukan makna dua, dimana ketika dalam I’robnya, tasniyah dalam I’rob rofa’ di tandai dengan alif dan nun, sedangkan dalam I’rob nashob dan khofadl di tandai dengan huruf Ya dan Nun.

ما يدلٌ على اثنين بزيا ة الأليف والنون في حالة الرفع وبزيادة اليأِ والنون في حالتي النصب والجرِّ وصالحٌ للتجريد وععطف مثله عليه[1]                                                                                              
Isim mutsanna adalah isim yang menunjukan makna dua dengan tambahan huruf alif ketika dalam keadaan rofa’, dan huruf ya dan nun dalam keadaan nasob dan jer.

Contoh:
1.      Rofa’.
                   جأ زيدٌ  (مفراد)  ----  جأَ الزيدان
Lafadz الزيدان      dengan tambahan huruf  alif dan nun menunjukkan bahwa itu tastniyah dalam keadaan i’rob rofa’.

إنَّ عِدَّةَ الشُهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اِثْنَا عَشَرَ شَهْراً

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Alloh ialah dua belas bulan.” (At-Taubah:36).

Lafadz اِثْنَا عَشَرَ adalah contoh isim tastniyah pada keadaan rofa’.

2.      Nashob.

        الزَيْدَيْنِ ضربتُ ……  زَيْداً ضَرَبْتُ (مفراد)

Lafadz الزَيْدَيْنِ dengan tambahan “ya” dan “nun” menunjukkan bahwa itu isim tastniyah dalam keadaan nashob.

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْن لَكَ

Ya Robb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau.” (Al-Baqoroh:28). 




3.      Jer / khofadl.
مررْتُ بزَيْدٍ (مفراد) ---- مررْتُ بِالزّيْدَيْنِ                                      
Lafadz   بالزيدَيْنِ  dengan tambahan “ya” dan “nun” menunjukkan bahwa itu adalah isim tastniyah dalam keadaan I’rob jer.
حَتَّى أَبلُغَ مَجْمَعَ البَحْرَيْنِ
"Sebelum sampai ke pertemuan dua buah laut.” (Al-Kahfi:60).[2]

2.      Hal-hal yang di-mulhaq-kan kepada isim tastniyah.
Ada beberapa isim yang di-mulhaq-kan (di kategorikan) pada isim tastniyah. Dalam Nadzom Alfiyah Ibnu Malik, kita dapat menemukannya sebagia berikut:
كِلاَ, كِلْتَ, اثْنان, اثْنتَانِ, ابْنَان, ابْنَتيْنِ                                                                      

Dalam suatu refresensi menyebutkan isim tastniyah beserta mulhaq isim tastniyah sebagai berikut:
بِالْأَلِيْفِ ارْفَعِ اْلمُثَنَّى وَكِللَا # إِذَا بِمُضْمَرٍ مُضَافاً وُصِلَا

Dengan alif, rofa’kanlah isim mutsanna dan lafadz kilaa, yaitu apabila di mudlofkan kepada isim dlomir yang di sambungkan kepadanya.

كلتا كذاك اثنان واثنتان # كبنين وابنتين يجريان[3]

Demikian pula lafadz kiltaa, itsnaani, dan itsnataani sama dengan ibnaini
dan wabnataini dalam ketentuannya (keberlakuannya).

Bait di atas menjelaskan bahwa lafadz وَكِللَا, كلتا, اثنان , اثنتان, إبنين, ابنتين ini berlaku seperti isim tastniyah dengan beberapa syarat, diantaranya:
Ø  Untuk lafadz  كِللَا, كلتا keduanya dapat berlaku seperti isim tasniyah pada umumnya, maka keduanya harus mudlof kepada isim dlomir.
Contoh: جاءني كلاهما وكلتاهما = telah datang kepadaku kedua laki-laki dan kedua                                                                        wanita itu.
رأيت كليهما وكلتيهما   = aku telah melihat kedua laki-laki dan kedua wanita itu.
مررت بكليهما وكلتيهما  = aku telah bersua dengan kedua laki-laki dan kedua wanita itu.
Ø  Jika saja kedua lafadz diatas tidak mudlof terhadap isim dlomir (mudlof terhadap isim dzohir), maka kedua lafadz tersebut memakai alif sebagai tanda tasniyah di tiga keadaan dalam dalam perubahan I’robnya.
Contoh: جاءني كلا الرجلين وكلتا المرأتين = telah datang kepadaku kedua laki-laki dan kedua wanita itu.
رأيت كلاالرجلين وكلتاالمرأتين = aku telah melihat kedua laki-laki dan kedua wanita itu.
مررت كلاالرجلين وكلتا المرأتين = aku telah bersua dengan kedua laki-laki dan kedua wanita itu.
Dengan demikian jelaslah bahwa kedua lafadz tersebut tidaklah berubah, dan ketentuan I’robnya di perkirakan kepada alif-nya.[4]
Ø  Sedangkan lafadz اثنان , اثنتان di samakan seperti halnya إبنين, ابنتين. Maksudnya adalah keduanya dilakukan seperti halnya isim tasniyah pada umumnya.
Contoh: رأيت الاثنين, مررت بالاثنين,

3.      Membedakan antara tambahan huruf  يأ dan  (ن)pada isim tastniyah dan jamak mudzakar salim.
a.)  Dalam isim tastniyah, huruf sebelum ya’ di harokati fathah dan nun di harokati kasroh.
Contoh:    جَأَ الزَّيْدَانِ, رَأيْتُ الزَّيْدَيْنِ, مَرَرْتُ بِالزَّيْدَيْن
b.)  Dalam isim jamak mudzakar salim, huruf sebelum ya’ di harokati kasroh dan nun di harokati fathah.
Contoh: جَأَ المُسْلِمُوْنَ, رَئَيْتُ المُسْلِمُوْنَ, مَرَرْتُ بِالمُسْلِمُوْنَ 

Meskipun demikian, tetapi adakalanya huruf tambahan dalam isim tasniyah di baca selayaknya isim jamak mudazakar salim dan sebaliknya. Namun, untuk hal ini di hukumi syadz.











4.      Syarat-syarat Isim Tasniyah.
Syarat-syarat isim tastniyah dapat dikumpulkan dalam bait-bait berikut ini:
شرط المثنى أن يكون معرباً # ومفرداً منكرا ما ركّب
موافقا في اللفظ والمعني له # ممثلآ لم يغني عنه غيره
Adapun syarat untuk membuat isim tastniyah ada delapan yang telah terkumpul dalam susunan bait di atas. Untuk keterangan lebih lanjut, mari kita ikuti ulasan di bawah ini:

1.      Mu’rob.
Isim mu’rob adalah isim yang bebas dari keserupaan dengan huruf.[5] Sehingga ketika akan membuat tatsniyah di kecualikan isim-isim yang tidak mu’rob (mabni), Misal: سِبَوَيْهِ
Contoh:
2.      Mufrod.
Mufrod adalah bentuk tunggal. Untuk tastniyah mengecualikan yang bukan mufrod, seperti mutsanna dan jamak. كِتَبَانِ  tidak bisa di buat isim tatsniyah, karena bentuk kata tersebut bukan bentuk mufrod, melainkan tatsniyah.
Contoh:
3.      Nakiroh.
Isim nakiroh adalah isim yang dapat menerima ال ادة التعريف   dimana   ال  akan menjadikan isim nakiroh menjadi isim ma’rifat (tertentu/ dapat diketahui/ khusus). Bisa kita sederhanakan pengertian isim nakiroh sebagai isim yang masih memiliki keadaan yang belum tertentu, masih samar, atau juga bermakna umum.
Contoh:
4.      Tidak berupa Tarkib mazji.
Tarkib mazji adalah sebuah susunan

5.      Cocok di dalam lafadz ketika di tajrid.


6.      Cocok di dalam maknanya.

7.      Harus cocok dan sesuai dalam lafadz dan maknanya.

8.      Tidak butuh dari bentuk tasniyah kalimat lain.





            [1] Pengurus Pondok Pesantren Tegalrejo, Sulam at-Tashil Fi Tarjamatil Alfiyah Ibnu Malik Al-Juz Al-Awwal,(Magelang: Ponpes Tegalrejo, 1993), hlm. 17.
           [2] Contoh-contoh ayat Al-Qur’an di ambil dari buku Terjemahan Mutammimah Al-Jurumiyah karya Syaikh Syamsuddin Muhammad Araa’ini, diterjemahkan oleh: K.H. Moch. Anwar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hlm.

           [3] Pengurus Pondok Pesantren Tegalrejo, Sulam at-Tashil Fi Tarjamatil Alfiyah Ibnu Malik Al-Juz Al-Awwal, (Magelang: Ponpes Tegalrejo, 1993), hlm. 17
            [4] Syaikh Syamsuddin Muhammad Araa’ini, Mutammimah Al-Jurumiyah , diterjemahkan oleh: K.H. Moch. Anwar, Terjemah Mutammimah Al-Jurumiyah,  (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hlm. 48
            [5] Bahrun Abu Bakar, L.C., Terjemah Alfiyah Ibnu Malik Syarah Ibnu ‘Aqil, (Bandung: Sinar Baru Algesindo) hlm.11.

Komentar

  1. pembetulan.....Ya Robb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau.” (Al-Baqoroh:28) .....bukan ayat 28 tpi ayt 128....terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas koreksi yang saudara tuliskan.... semoga kedepan bisa lebih teliti...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

fakta-fiktif, "TLEKEMONIKASI"

Menilik Hukum Perdagangan Manusia "Human Trafficking" dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam