fakta-fiktif, "TLEKEMONIKASI"
fakta-fiktif adalah JuduL Buku yang segera terbit secara self Publisher
dan ini adalah artikel terkait didalamnya.
TLEKEMONIKASI
Sebagai pembukaan wacana dalam buku
“Fakta-Fiktif” ini, kita akan mengupas sedikit fakta dari sebuah benda yang
sudah tak asing lagi di telinga para Santri. Benda ini adalah
tlekem. Yap, siapa yang gak kenal dengan nama tlekem. Sebuah benda yang hampir
setiap pagi dan sore di sayang-sayang, di elus-elus dan di nantikan keberadaan
isinya. Saya belum pernah mengetahui definisi baku tentang tlekem, tetapi saya
mencoba mendefinisikan tlekem ini sebagai suatu benda yang memiliki fungsi
sebagai tempat atau wadah sesuatu, memiliki tutup sebagai pelindung, dan pada
umumnya berbentuk balok dan kubus. Dalam implementasinya di pesantren kita ini,
tlekem di gunakan sebagai tempat nasi dan lauk pauk. Lebih perincinya lagi,
tlekem sebagai tempat untuk mengisi jatah makanan Santri yang nge-fans di
kantin. Nah, setelah mengetahui definisi umum tentang tlekem, sekarang yang
membuat tlekem ini menjadi unik yaitu lahirnya sebuah fungsi turunan dari
tlekem. Dimana tlekem yang kita kenal sebagai tempat nasi di SPJM (Sumber Pengambilan
Jatah Makan) alias kantin, tersebut mengalami perkembangan fungsi sebagai media
komunikasi. Hmm… tlekem bisa jadi alat komunikasi? Bagaimana mekanismenya?
Hehe… seperti kita ketahui bahwa di SPJM ada beberapa Santri dari kaum hawa
yang melayani pengisian tlekem. Nah, sebagian kaum Adam pastinya terasa
tergugah hasratnya untuk menuliskan sebuah kata untuk para Kaum hawa tersebut
yang nantinya di masukkan kedalam tlekem yang tertutup. Hal ini pun
untung-untungan, jika tepat pada saat yang di tuju sedang piket mengisi tlekem,
niscaya surat kecil tersebut akan sampai pada yang dituju. Tapi, bagaiman jika
sang Bibi yang membacanya?? Hahay…! Pastinya jadi lebih asyik rasanya. Fungsi
turunan sebenarnya sangat banyak, akan tetapi pada kesempatan kali ini, kita
akan mengupas tentang fungsi turunan tlekem yang sangat fenomenal, fungsi
turunan ini saya beri nama “TLEKEMONIKASI”.
Apaan tuh?? Tlekemonikasi?? Sesaat,
mungkin Antum rasanya sudah sering mendengar kata ini, tapi sekali lagi, pasti
bukanlah TLEKEMONIKASI yang Antum dengar, tapi TELEKOMUNIKASI, ya khan? Saya
pastikan istilah tlekemonikasi hanya ada di dalam buku ini. Awas, jangan salah
persepsi tentang dua kata tersebut, hampir mirip, tapi beda lho? Lebih
lanjutnya, yuk kita ikuti ulasan berikut.
Dalam KBBI, kata telekomunikasi
memiliki arti “hubungan”. Sedangkan kata Tlekemonikasi dalam KBAS (Kamus Besar
Ala Santri) memiliki arti, suatu bentuk fungsi turunan dari tlekem yang
menyimpang dari fungsi sesungguhnya (tempat nasi). Penyimpangan tersebut dapat kita
pahami dengan melihat cara/mekanisme kerja dari tlekemonikasi itu sendiri. Nah,
sudah tahu kan apa itu tlekemonikasi? setelah Antum paham, yuk mari kita ikuti
session selanjutnya, yaitu fakta yang bersarung fiktif (cerita).
Tersebutlah pada suatu sore ba’da
Ashar, dimana perut sudah terasa kosong dan keroncongan, usus sudah terasa
melilit-lilit, tubuh sudah loyo karena lelah mengikuti kegiatan dari pagi
sampai sore. Tinggalah satu harapan yang masih membakar semangat di sore itu.
Tlekem harus di isi!!
Didalam kamar B3, beberapa Santri
sedang mengelus-elus tlekemnya biar kinclong. Lalu meletakkannya kedalam kardus
tampat tlekem saling beradu. Sudah tiba saatnya mereka mengirimkan
tlekem-tlekem tersebut ke kantin.
“Sudah sore nih, piket siapa sekarang?”
tanya Rohman yang sudah mulai nggak sabar menahan lapar.
“Piketnya Sholeh. Kemana tuh anak, ya?”
kata Abdul sambil menanyakan keberadaan Sholeh.
“sholeh? Kadose saweg ngasahi tlekem ipun, Mas.” Jawab Asrul.
Tak lama, sholeh yang dicari-cari nongol juga sambil membawa tlekemnya
yang sudah melong-melong karena sangat kinclong.
“Sholeh, ndang njupuk jatah rono! Wis
sore, ki!” Rohman mulai naik darah. Cacing-cacing dalam perutnya sudah
protes sejak dari tadi.
“Sia
teh kumaha atuh? Urang teh sudah
laper. Mau Urang makan, Sia? Hah?![1]”
tiba-tiba Si Ujang yang berasal dari Ciamis mendamprat Sholeh. Perutnya sudah kempes.
“Walah?! Apa gue, Jang? Koe arep
mangan Urang[2]
Gari gatelen maning….” Sahut Dayat di susul kekehannya.
Sholeh dengan rasa agak malas mulai mengangkat
kardus berisi tlekem-tlekem yang sudah kinclong melong-melong. Tapi saat di
dekat tangga menuju lantai satu, Rohman yang tadinya nggak sabar menghadang
langkah Sholeh.
“Hey! Leh, nanti dulu.” Sholeh
berhenti.
“aku pesen, ya? Ntar khusus tlekem saya
yang kinclong ini di berikan sama Mbak
Wardah. Kayaknya pas sore ini dia lagi piket di Kantin. Oke?” kata Rohman penuh
antusias.
“memang ada apa, Mas?”
“halah, pokoknya berikan sama dia saja.
Kamu nggak usah ikut-ikutan urusannya orang dewasa.” Sholeh yang masih Santri
Junior manthuk-manthuk. Kemudian
Sholeh berlalu dengan menyimpan pertanyaan yang mengganjal.
Sampai di Kantin, benar juga kata
Rohman. Mbak Wardah yang bergaun coklat dengan kerudung bermotif daun lima
jari, mirip kayak daun singkong, sedang sibuk mengemasi tlekem-tlekem yang
antri. Mirip kayak di SPBU Purbowangi. Sholeh mulai mendekati Mbak Wardah.
Diletakkanya kardus B3 di samping Mbak Wardah dan segera mencari tlekem Rohman
yang katanya paling kinclong itu.
“Walah….. katanya paling kinclong, la
wong klimis begini kok, yo dibilang kinclong? Hii… crebek[3]!”
bathin Sholeh saat memegang tlekem Rohman.
“Mmm… Mbak, Mbak Wardah. Kulo dipesen Mas Rohman ken ndugiaken tlekem
niki teng Mbak,” kata Sholeh seraya menyodorkan tlekem klimis[4].
Wardah tersenyum sesaat setelah melihat
tlekem yang tutupnya bertuliskan “Rohman Flower” itu. Sepertinya, hatinya pun
sudah lama dalam penantian akan kedatangan tlekem yang kini dihadapannya.
“Sini,” kata Mbak Wardah. Masih dengan
senyum yang sedikit mengembang.
“Tapi, Mbak, tlekemnya masih agak
klimis.”
“sudah, sini…” suruh Mbak Wardah.
Seperti sudah nggak tahan untuk membukanya.
Benar. Saat tutup tlekem terbuka, menyembulah aroma wangi. Mbak wardah
seperti terhipnotis dengan wangi itu. Nyatanya, senyumnya mulai berkembang
lebar. Matanya menangkap sepucuk surat yang terlipat membentuk segi lima. Mirip
seperti motif daun singkong yang melambai-lambai di kerudungnya.
Dalam sepucuk surat segi lima itu, Mbak
Wardah menemukan bait-bait tulisan yang tergores dari mata pen tutul. Seakan
mencoba menggali masa lalu, saat Romeo-Juliet memadu asmaranya.
Untaian
kata untuk Wardah….
Pengisi
sepiku…. Pengisi tlekemku….
Wardah….
Tahukah engkau? Bahwa sepinya hidupku seumpama sepinya tlekemku sore ini…
Sedangkan
kau, adalah pengisi kekosongan jiwaku…. Seperti kau mengisi kosongnya tlekemku…
Maka,
izinkanlah…. Penuhilah tlekemku yang hampa itu, dengan buaian lembut centhong putih bertumpuk nasi…..
penuhilah
tlekemku, dengan rayu kakung-kakung yang saling beradu….
Agar
penuh juga relung hatiku akan bayangmu, sepenuh tlekem yang kau isi dengan
buaian nasi, kangkung dan tahu kopong berlombok biru….
Lantas
tutuplah…..
Seperti
halnya telah kututup pintu hatiku pada wanita selain kamu…..
-Rohman
Flower-
Preett…..!!! hahayy…. Gombalan Rohman
manjur juga. Nggak tanggung-tanggung, kangkung yang masih mentah pun dimasukan
oleh Mbak Wardah ke dalam tlekem Rohman.
Hehe… ya, kan? Tlekem yang kita kenal
sebagai tempat nasi kini mampu menjadi BOX MESSAGE. Inilah yang namanya
TLEKEMONIKASI. Mau coba?!
Attention!!
Awas!! Jangan sekali-kali mencoba
praktek TLEKEMONIKASI karena bisa berakibat FATAL!! Jika Antum berani MENCOBA,
berarti Antum menyatakan untuk berani GUNDUL!!
Hayoh!!
Komentar
Posting Komentar