Islam di andalusia


MAKALAH
BANI UMAYAH DI ANDALUSIA
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu: Drs. Abdul Malik Utsman








Di Susun Oleh:
Mohamad Rizki Sidiq            (12410174)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNNA KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Sepeninggal wafatnya nabi Muhammad saw, kepemimpinan Ummat Islam di berikan kepada para Sahabat Nabi yang di kenal dengan kepemimpinan Khulafaur Rosyidin. Masa kepemimpinan Khulafaur Rosyidin itu hanya ada dalam empat masa kepemimpinan, yaitu; Abu Bakar As-Shidiq,  ‘Umar Bin Khottob, ‘Utsman Bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Tholib. Kemudian pada masa selanjutnya, yaitu setelah naiknya Muawiyyah sebagai Khalifah, model kepemimpinan yang di terapkan bukan lagi model kepemimpinan yang mencerminkan musyawarah, melainkan sisitem pemerintahan yang meniru corak kerajaan Romawi dan Persia, yaitu monarchi heredeties. Hal ini bisa bermakna bahwa model kepemimpinan Khulaur Rosyidin telah berubah menjadi model monarchi, yaitu suatu sistem pemerintahan yang turun temurun.
Lambat laun, kelemahan model monarchi semakin kentara. Karena adanya pelimpahan jabatan kepada keturunanya, yang dimana tidak setiap anak memiliki kredebilitas yang cukup maupun kecakapan yang sama dengan ayahnya.  Jadilah Dinasti yang terbangun atas dasar monarchi itu menjadi rapuh.
Meskipun begitu, semangat juang untuk memaj ukan Islam menuju pintu peradaban dunia tetap semakin menggelora. Pada masa bani Ummayah, spanyol akhirnya bisa di duduki. Bahkan bisa di pertahankan ketika runtuhnya Bani Ummayah oleh Bani Abbasiyah.
Dalam masa kerapuhan Dinasti Umayah itu, Bani Abbasiyah tidak menyia-nyiakan kesempatannya. Berbagai propaganda di lancarkan guna mempengaruhi masyarakat dan membangun doktrin di atas ketidakpuasan atas pemerintahan Bani Ummayah. Kesempatan itu di gunakan dengan maksimal oleh   bani Abbasiyah, sehingga lengserlah kekuasaan Bani Ummayah. Pada saat perpindahan kekuasaan dari Dinasti Umayah ke tangan Dinasti Abbasiyah, ada seorang dari Bani Ummayah yang berhasil melarikan diri ke Spanyol. Adalah Abdurrahman I. Dia lah yang di kenal dengan istilah “RAJAWALI QURAISY”. Di spanyol, dia mendirikan dinasti Ummayah II, yang pada saatnya nanti Bani Ummayah II ini sebagai Dinasti yang berdiri tanpa tunduk pada pemerintaha pusat. Sehingga pada saat itu terdapat dua Dinasti pemerintahan dalam Islam, yang pertama Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, dan Dinasti Ummayah yang berpusat di Spanyol.
B.     Rumusan Masalah
Makalah ini akan mencoba menuliskan beberapa masalah yang akan dibahas untuk menjelaskan Islam di Andalusia, antara lain sebagi berikut:
1.      Bagaimana Proses penaklukan dan masuknya Islam di Andalusia (Spanyol) ?
2.      Bagaimana perkembangan, kemajuan yang berhasil di lakukan oleh Islam di Andalusia?
3.      Bagaimana Islam di Andalusia runtuh dan apa saja penyebabnya?
4.      Apa pengaruh Islam bagi Spanyol dimasa sekarang?
5.      Apa hikmah dari mempelajari keberadaan Islam yang sampai menyebrang ke spanyol?
C.     Tujuan Penulisan makalah
Makalah ini mencoba menjelaskan beberapa aspek yang tersusun dalam rumusan masalah, yaitu:
1.      Mengetahui bagaimana proses penaklukan dan bagaimana Islam masuk ke Andaluisa.
2.      Mengetahui perkembangan yang berhasil di lakukan oleh Islam di Andalusia.
3.      Menjelaskan berbagai latar belakang runtuhnya peradaban Islam di Andalusia.
4.      Mencari tahu tentang pengaruh peradaban Islam bagi Spanyol di masa sekarang.
5.      Mengetahui berbagai hikmah dalam mempelajari sejarah tentang peradaban Islam di Andalusia.





BAB II
PEMBAHASAN

1.      Masuknya Islam di Andalusia.
Bani Ummayah, sebagai Dinasti pertama yang memimpin Ummat Islam pasca terbunuhnya Sayyidina ‘Ali oleh Abdurrahman bin Muljam, mulai mengganti prosesi kekhalifahan. Pada masa-masa pemerintahan Ummat Islam di bawah Bani Ummayah, banyak daerah-daerah di luar Arab yang berhasil di taklukkan. Salah satu daearah yang di taklukan dan menarik untuk di bahas adalah Andalusia (Spanyol).
Spanyol di taklukan umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik yang berkuasa dari 705-715 M, salah seorang khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.[1] Hal ini bermula ketika di taklukkannya Afrika Utara pada masa Abdul Malik. Mengapa Afrika Utara? Karena Afrika Utara menjadi batu loncatan dalam penaklukan Andalusia. Gubernur Afrika Utara yang waktu itu di jabat oleh Musa Bin Nushair memiliki keinginan untuk memperluas lagi wilayah Islam dan tujuanya adalah Andalusia.
Musa bin Nushair mengirimkan Thorif bin Malik untuk mencari informasi tentang keadaan Andalusia yang saat itu berada di bawah kekuasaan Raja Roderick dari kerajaan Visigothic setelah mereka berhasil memukul mundur dan merebut Andalusia dari bagian kerajaan Romawi. Setelah Roderick menguasai Andalusia, maka Andalusia memasuki periode pemerintahan yang lalim dan korup. Para Penguasanya menindas dengan kejam masyarakatnya yang sebagian besar adalah petani. Para petani ini di bebani dengan pajak yang tinggi. Sementara kelas menengah ke atas, yang kebanyakan kaum Bangsawan dibebaskan dari pungutan pajak. Selain itu, masyarakat pemeluk Yahudi di paksa untuk dibaptis dengan cara Kristen. Mereka yang melakukan perlawanan di bantai habis. Pendek kata, masyarakat Andalusia berada dalam sebuah kubangan penindasan dan kesengsaran di bawah kekuasaan yang hanya memaksakan kepusannya sendiri, sementara rakyatnya sengsara. Hal ini berlawanan dengan kondisi di wilayah kekuasaan Islam.[2]
Tharif bin Malik akhirnya berangkat menuju Andalusia untuk mengamati keadaan dan situasi yang berkaitan dengan politik maupun sosialnya. Sepulangnya Tharif bin Malik dari tugas pengintaiannya dan melaporkan situasi Andalusia yang berada di bawah kekuasaan Visigothic, Musa bin Nushair kemudian mengutus Thariq bin Ziyad untuk melakukan penyerbuan terhadap Andalusia. Berbekal informasi yang didapatkan Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad pun berangkat dengan membawa 7000 pasukan menuju Andalusia.[3] Lantas mereka menyebrangi selat yang kemudian mendarat pada sebuah gunung. Gunung pertama kali sebagai tempat pendar atan menuju Andalusia ini kemudian di kenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).[4]
Di mulai dari Gibraltar tersebut, Thariq bin Ziyad dapat dengan mudah mengalahkan pasukan kerajaan Visigothic yang mencoba menghalanginya. Dengan dikuasainya daerah tersebut terbukalah pintu secara luas untuk menguasai Spanyo. Pada suatu tempat yang bernama Bakkah, terjadilah pertempuran yang di sebut dengan pertempuran Guadalete (711) antara pasukan yang dipimpin Thariq dengan pasukan yang dipimpin oleh Roderick. Kemenangan pun di raih oleh Thariq bin Ziyad dan pasukannya. Dari situlah yang akhirnya membawa Thariq bin ziyad beserta pasukannya menaklukan kota-kota penting seperti Cordova dan Granada. Hingga pada saat sebelum melakukan penyerangan selanjutnya menuju Toledo yang saat itu menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Visigothic, Thariq bin Ziyad meminta tambahan pasukannya kepada Musa bin Nushair. Dikirimkanlah pasukannya sebanyak 5000 orang, sehingga pasukan yang di bawa secara keseluruhan oleh Thariq berjumlah 12.000 pasukan. Jumlah yang belum sepadan dengan jumlah pasukan Gothic yang berjumlah 100.000 pasukan.[5]
Kemenangan-kemenangan Thariq atas beberapa kota di Andalusi ini mengundang minat Musa Bin Nushair untuk ikut serta dalam penaklukan Andalusia. Setelah berhsil menaklukan kota Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, lantas bergabung bersama Thariq di Toledo.
Hingga pada tahun-tahun selanjutnya, perluasan terus berkembang sampai menguasai seluruh daratan Spanyol. Sedangkan perluasan wilayahnya pada tahun 719M yang mampu menguasai Spanyol, Portugal, dan Prancis Selatan. Daerah tersebut yang dikuasai Islam dianamakan Andalusia. Portugal sendiri dahulunya bernama Porto Cale, dimana kata “cale” berasal dari bahasa Arab “qal’at” yang berarti “kota benteng” dimana pada masa Amir Hakam I dapat di rebut dari kekuasaan Raja Alfonso II. Dari kata Porto cale itulah lahir kata Portugal pada masa belakangan sewaktu Raja Alfonso IV membebaskannya dari kekuasaan Islam di tahun 1095.[6]

2.      Perkembangan, Kemajuan, serta Pengaruh Islam di Andaluisa.
Jatuhnya Andalusia di tangan kekuasaan Islam memberikan banyak sekali perubahan di dalamnya. Islam sekalipun pendatang mencoba membebaskan penduduk Andalusia dari penindasan yang dilakukan oleh penguasa kerajaan Visigothic yang berpusat di Toledo. Adapun perkembangan Islam di Andalusia dapat di bagi menjadi 6 periode pemerintahan, antara lain:
1.      Periode Pertama (711-755)
Periode awal ini Adalusia berada di bawah kekuasaan Bani Ummayah I yang berpusat di Damaskus. Pemerintahan periode awal ini masih berada di bawah para Wali yang diangkat Khalifah Bani Ummayah. Masa-masa awal ini belumlah mengalami kemajuan yang begitu berarti. Disisi lain kondisi politik yang masih belum stabil, terjadi pula konflik intern dalam kekuasaan. Konflik antar sesama elit politik yang berlatar belakang etnis. Antara suku barbar yang berasal dari Afrika Utara dan suku yang berasal dari Arab Asli. Dalam suku Arab sendiri masih ada konflik, yaitu antara suku Arab Qaisy (Arab Utara) dan suku Arab Yamani (Arab Selatan). Sehingga kondisi pemerintahan masih terbilang kacau dan belum stabil yang mengakibatkan terjadinya pergantian Wali sebanyak 20 kali.[7]
2.      Periode Kedua (755-912).
Periode ini berawal dari runtuhnya kekuasaan Bani Ummayah oleh Bani Abbasiyah. Dimana ada seorang Keturunan Bani Ummayah yang berhasil selamat dari kejaran Bani Abbasiyah dalam upaya pembalasan dendam dan pembantaian keji terhadap Bani Ummayah. Adalah Abdurrahman bin Muawiyyah bin Abdul Malik dimana Ayah, kakek dan moyangnya menjadi Khalifah dalam Bani Ummayah. Ajudannya bernama Baddar. Saat terjadinya peristiwa tragis itu, Beliau masih berusia 22 tahun.[8]
Pelariannya membuat kehidupannya yang dulu di lingkupi dengan kemewahan berubah menjadi seorang pelarian yang nyawanya terancam. Dari daerah satu ke daerah lainnya, mencoba melobi sisa-sisa kekuatan Ummayah, namun gagal. Hingga akhirnya sampailah Abdurrahman I di wilayah Magribi yang saat itu masuk dalam wilayah Andalusia. Ini untuk pertama kalinya seorang Amir (Pangeran) keturunan Bani Ummayah menjejakkan kakinya di Andalusia, sehingga Beliau di kenal dengan Nama Ad-Dakhil, bermakna yang masuk. Artinya Pangeran yang masuk ke Andalusia. [9]
Berbagai upaya untuk merebut Andalusia mulai di lakukan. Menyusun sisa kekuatan Bani Ummayah di Andalusia dan akhirnya berhasil menduduki Toledo yang dikuasai Gubernur Yusuf Abdirrohman Al-Fihri. Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka (756 M).maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayah, suatu dinasti Umayah yang baru didirikan di SpanyolBeliau di nobatkan sebagai Emir Andalusia sekaligus sebuah kelahiran baru bagi adanya Bani Ummayah II.[10] Karena dalam pemerintahannya, Andalusia adalah daerah yang merdeka dari kekuasaan Abasiyah. Sehingga pada saat itu bisa di katakan  terdapat dua Dinasti yang berkuasa, yaitu Bani Abbasiyah yang memindahkan kekuasaan dari Damascus ke Baghdad dan Bani Ummayah II yang berada di Andalusia.
Pada masa inilah Andalusia mulai menikmati suatu kebangkitan yang berarti. Di bawah kekuasaan Bani Ummayah II.
3.      Periode Ketiga ( 912-1013).
Pda periode kali ini dimulai dari bertahtanya Abdurrahman III yang memulai perubahan nama gelar dari Amir menjadi Khalifah sampai munculnya raja-raja kelompok yang dikenal dengan Muluk Al-thawaif. Pada  periode ini terdapat tiga Khalifah besar yang memerintah, yaitu Abdurrohman An-Nasir (Abdurrahman III), Hakam II, dan Hisyam II.
Pada periode ini juga umat Islam Spanyol mengalami kemajuan pesat, menyaingi kemajuan dan kejayaan daulah Abasiyah di Baghdad.[11] Abdurrahman III mendirikan Universitas Cordova dengan perpustakaanya yang memiliki koleksi ratusan ribu buku. Begitu juga Hakam II adalah seorang kolektor buku dan mendirikan perpustakaan. Sehingga pada periode ini masyarakat dapat menkmati kemakmuran dan kesejahteraan.
4.      Periode Keempat (1013-1086)
Pada periode ini spanyol terpecah kedalam lebih dari tiga puluh Negara kecil yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Negara yang terbesar adalah Abbadiyah di Seville. Perpecahan ini membuat terjadinya pertikaian intern dalam ummat Islam Spanyol. Ironisnya, ada pihak-pihak yang meminta bantuan kepada raja-Raja Kristen. Sehingga Nampak jelas bahwa kekauatan Islam sedang carut marut. Meskipun kehidupan politik carut marut dan tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.[12]
5.      Periode kelima (1086-1248M)
Pada masa ini, dikala kekuasaan terpecah dalam berbagai negera kecil, namun masih ada kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Murobithun (1086-1143M) dan Muwahidun (1146-1235M). dinasti Murobithun didirikan oleh Ibnu Tasyfin yang pada awal mulanya adalah sebuah gerakan agama di Afrika Utara. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” para penguasa Sapnyol yang sedang mengalami krisis dan polemik guna mengamankan negeri-negerinya dari serangan Kerajaan Kristen. Tentaranya masuk Spanyol pada tahun 1086M dan berhasil mangalahkan pasukan Castilia. Karena adanya perpecahan dalam tubuh kekuasaan Muslim, tasyfin melangkah ebih jauh untuk kembali menaklukan dan menyatukan Spanyol. Usahanya berhasil, namun pada pemerintahan selanjutnya tiada pula sosok yang sekaliber Ibnu Tasfin dalam memrintah dan mengedalikan Negara. Sehingga Dinasti yang berada di Afrika Utara dan Spanyol ini berakhir dan di gantikan oleh Dinasti Muwahiddun.
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibnu Tumart. Dianasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan abdul Mun’im. Cordova, Almeria dan Granada jatuh di tangan Muwahhidun. Dinasti ini mengalami kemajuan dalam beberpa decade. Pasukan Kristen yang tadinya menguasai Saragossa dapat di pukul mundur. Namun sayang, tidak lama setelah itu Dianasti ini mulai keropos dan ambruk. Pada tahun 1212 M  pasukan Kristen mendapatkan kemenangan besar di Las Navas De Tolesa. Sehingga membuat para pemimpin Dinasti ini mundur ke Afrika Utara. Dalam keadaan seperti ini, umat Islam Spanyol kembali di pimpin oleh penguasa-penguasa kecil. Ummat Islam tidak mampu membendung arus kekeuatan Kristen sehingga pada tahun 1238 Cordova jatuh ke tangan pasukan Kristen dan Seville pada tahun 1248. Akhirnya seluruh Spanyol kecuali Granada berhasil di taklukan Kristen dan lepas dari kekuasaan Islam.
6.      Periode keenam (1248-1429 M)
Pada periode ini tinggalah Granada yang menjadi basis kekuatan Islam. Garanada berada di bawah kekuasaan dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). meskipun secara politik dinasti ini hanya berada di wilyah kecil, namun kemajuan bisa lebih di tingkatkan seperti halnya masa Abdurrahman An-Nasir. Namun seperti halnya kehancuran dinasti lainnya, Bani Ahmar seperti harus kembali mengalami seperti dinasti lainnya. Dinasti ini runtuh sebab terjadinya perebutan kekuasaan dari dalam istana. Tepatnya ketika berawal dari ketidak senangannya Abu Abdulloh Muhammad atas kebiajaksanaan ayahnya mengankat saudaranya untuk menjadi pengganti. Pembrontakan pun terjadi sehingga menewaskan ayahnya dan di gantikan Muhammad Ibn Sa’ad. Kemudian Abu Abdulloh Muahammad meminta bantuan Raja Ferdinand dan Issabella. Dan akhirnya kemenangan baginya dan naik tahta. Namun membuka peluang bagi Raja Ferdinand dan Issabella untuk memuaskan hasratnya menguasai seluruh Spanyol itu. Akhirnya basis terakhir kedaulatan Islam di Spanyol luput juga dan jatuh dalam kekuasaan Kristen. Ummat Islam pada waktu itu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu antara masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi Ummat Islam disana.
Inilah sebuah runtutan perkembangan Islam di Andalusia. Perkembangan menuju kemajuan dan perkembangan menuju keruntuhannya.
Poin selanjutnya adalah kemajuan-kemajuan yang di raih oleh Ummat Islam di  Andalusia. Antara lain:
1.      Kemajuan dalam ilmu pengetahuan.
Diantara perkembangan ilmu pengetahuan di Andalusia ini meliputi:
a.       Filsafat.
Peradaban Andalusia banyak melahirkan tokoh-tokoh Filsafat, tokoh utama filsafat Arab-Sapnyol adalah Abu Bakr Muhammad Ibnu Al-Sayigh yang di kenal dengan Ibnu Bajjah dengan karyanya Tadbir al-Mutawahid.
Ada lagi Abu Bakr Ibn Thufail dengan karyanya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan. Pada abad 12 muncul pula pengikut Aristoteles terbesar dalam sejarah gelanggang filsafat, dialah Ibnu Rusyd dari  Cordova, dengan karyanya Bidayatul Mujtahid.[13]
b.      Fiqih.
Spanyol dikenal dengan penganut madzhab Maliki. Adalah Ziyad Bin Abdurrahman yang memperkenalkan madzhab ini Andalusia. Kemudian berkembang saat Ibnu yahya menjadi qodhi pada masa Hisyam bin Abdurrahman. Ulama fiqh lainnya antara lain: Mundzir ibn Sa’id Al-Baluthi, Ibnu Hazm al-Andalusi.[14]
c.       Bahasa dan sastra.
Bahasa Arab menjadi bahasa administrasi di Andalusia dan dapat diterima oleh masyarakatnya yang Arab maupun non-Arab. Hal ini terjadi pada masa Amir Hisyam I. Bahkan mengalahkan bahsa latin di semenanjung Iberia. Bahasa Arab menjadi bahasa Lingua franca pada masa-masa berikutnya. Dalam kalangan Gereja pun memakai bahasa Arab, kecuali pada masa-masa kebaktian, maka memakai bahasa latin.[15] Diantara ahli bahasa di Andalusia adalah: Ibnu Sayidih, Ibnu Malik pengarang kitab nadzom Alfiyah, ibnu Hajaj, Ibnu Khuruf, dll.[16]
d.      Musik dan kesenian.
Dalam hal ini, Spanyol ,encapai kecermelangan dengan tokohnya Al-Hasan Ibnu Nafi yang di juluki Zaryab. Ilmu yang dimilikinya di turunkan pula kepada anak-anaknya yang pria maupun wanita, dan juga budak-budak, sehingga namanya tersebar luas. [17]
Ada lagi sosok bernama Ibrahim Al-Mosuli yang memiliki gelar Amirul Ghina. Ia adalah penyanyi Istana Baghdad dan disambut dengan kehormatan di Cordova. Dia juga yang pertama kali mengajarkan nyanyi-tari (balada, balade, ballad) di Andaluisia.[18]
                        e.  Sains.
                              Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[19] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom), ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan “tabel berat jenis benda cair dan padat dan berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
                              Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika. 
2.      Kemajuan dalam bidang kemegahan dan pembangunan fisik.
Adapun kemajuan pembangunan fisik bisa kita kenali dengan jelas. Diantaranya ada masjid Cordova yang sekarang menjadi Catedral Mezquita. Di Cordova pun terdapat kurang lebih 491 masjid dan ada sekitar 900 pemandian.[20] Kemudian bangunan yang terkenal adalah istana Alhamra di Granada diamana menjadi tempat pertahanan Islam yang terakhir di Andalusia. Istana Alhamra yang megah dan indah ini adalah pusat dan puncak dari ketinggian arsitektur Islam-Spanyol. Bangunan lainnya antaranya adalah: istana Az-zahra.
3.        Runtuhnya Islam di Andalusia.
Setelah mengetahui berbagai kemajuan dan kejayaan Islam di Andalusia, rasanya begitu sedih bagi kita ketika harus menerima sebuah tulisan kejadian tentang runtuhnya kejayaan islam disana. Joesoef Sou’yb mengatakan, hal ini sangat berat bagi seorang muslim, tetapi dengan “guru yang bengis namun baik” itu, yaitu pengalaman sejarah, banyak sekali butir pelajaran yang bisa di pungut.[21]
Pangkal bencana seluruhnya adalah cirri kesukuan telah menonjol ke depan secara mencolok sekali. Setiap unsure kesukuan yang menjadi pemimpin lantas ingin memonopoli kekuasaanya. Hal ini bisa kita lihat dengan munculnya Muluk Al-thawaif. Hingga pada akhirnya, di saat terjadinya penyatuan dua kerajaan dengan adanya pernikahan Raja Ferdinand dan ratu Issabella dari kekuatan Kristen, Islam dengan mudah di luluh lantakkan. Bahkan pertahanan terakhir Islam di Andalusia pun di latar belakangi oleh konflik intern. Memudahkan Raja Ferdinand dan ratu Issabella menguasai sisa kekuasan Islam yang rapuh itu.
Adapun faktor yang mempengaruhinya antar lain:
1.      Adanya konflik antara Islam dengan Kristen.
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka membiarkan kultur dan adat mereka dipertahankan, sehingga hal ini menguatkan rasa kebangsaan Kristen Spanyol. Maka ketika tiba saatnya Kristen bisa bangkit dan maju, sedangkan Islam sedang dalam keadaan konflik dan kemunduran.[22]
2.      Tidak adanya ideology pemersatu.
Ideology pemersatu ini belum begitu kentara disana, dimana struktur masyarakatnya sangatlah beragam. Ada asli Arab, dan ada lagi yang pribumi, dari segi keaneka ragaman agama pun ada mulai dari Islam, Kristen dan Yahudi.
Di sana ada istilah Muwalladun. Istilah ini di gunakan bagi kaum pribumi yang baru memeluk Islam, yang pada dasarnya mereka juga harus disebut sebagai Mukallaf. Namun hal itu tak terjadi, kata muallaf tidak di gunakan, melainkan kata Muwalladun sebagai ungkapan yang yang di nilai merendahkan.[23]
3.      Kesulitan Ekonomi.
Selalu saja ada dampak yang timbul ketika ada sebuah pembangunan secara besar-besaran. Di saat Bani Ummayah berkuasa, mereka membangun dengan semangat serta begitu cenderung memperhatikan kemajuan ilmu dan saranannya, sehingga tingkat perekonomian terganggu dan terkesampingkan.
4.      Tidak jelasnya sisitem peralihan kekuasaan.
Ketidak jelasan ini menimbulkan banyak sekali kerugian. Belum lagi system kerajaan yang di anut dimana keturunan belumlah tentu memiliki kemampuan yang sama dengan Ayah atau moyangnya. Disisi lain ketidak jelasan ini memunculkan adanya Muluk At-Thawaif di Spanyol. Sehngga terpecah belahlah kekuatan Islam. Pusat kerajaan yang tekhir di Granada pun berakhir lebih di sebabkan konflik intern perebutan kekuasaan.
5.      Keterpencilan.
Islam Andalusia memang sebuah peradaban yang besar. Mereka berjuang sendirian tanpa adanya komunikasi dengan kerajaan lainnya, dan seperti terkucilkan dalam dunia Islam yang lain. Sehingga tidak ada kekuatan lain yang bisa membantu guna memendung kekuatan Kristen di sana.[24]
4.      Pengaruh Islam terhadap Spanyol dan Eropa.
Upaya Islam menaklukan Andalusia menjadi sebuah jalan pertama sebagai sebuah interaksi Islam dengan Eropa.
 Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam
bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. 
Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.  Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M.[25] 
 Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.
5.      Hikmah dari mempelajari sejarah Islam di Andalusia.
Setelah kita sedikit banyak mengulas tentang sejarah Islam di Andalusia, banyak sekali sekiranya hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil. Diantaranya:
1.      Belajar dari sejarah dan masa lalu. Kehancuran yang di alami Dinasti yang berkuasa di Andalusia tidak mengambil pelajaran masa lalunya. Kebanyakan para penguasa hanya memikirkan ambisinya untuk tahta dan kekuasaan. Mereka rela memberontak demi semua itu. Maka timbullah kedengkian dan hasut-menghasut  bahkan tak segan untuk membunuh sesama Muslim demi cita dan ambisinya untuk berkuasa.
2.      Bagaimana juga, Islam di Andalusia adalah Islam yang memiliki wajah damai. Sikap toleransi tingginya terhadap agama lain begitu meyakinkan. Tak hanya toleransi beragama, namun juga memebrikan kesempatan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan juga begitu luas.
3.      Bahwa setiap pertikaian akan melahirkan sebuah kehancuran dan dampak yang lebih besar.
4.      Memperkuat keyakinan akan kebesaran Islam di tempo dulu yang penuh dengan peradabannya.
5.      Dengan majunya ilmu pengetahuan serta penerapannya, kita bisa membuat peradaban di dunia ini. Seperti majunya ilmu pengetahuan di Andalusia.








BAB III
KESIMPULAN
Masuknya Islam di Andalusia terjadi masa Bani Ummayah di bawah kekuasaan Khlaifah Kholid bin Walid. Atas inisiatif gubernur Musa bin Nushair yang mengutus Thariq bin Ziyad untuk melakukan panaklukan Andalusia. Islam datang sebagai pembebas dari keterbelengguan masyarakat Andalusia di bawah kuasa raja Roderic. Disana pulalah tempat berdirinya Dinasti Ummayah II pasca runtuhnya pemerintahan Dinasti Ummayah di Damascus. Adalah Abdurrahman I yang berhasil membangun lagi dinasti Ummayah sehingga menciptakan berbagai kemajuan dan kemakmuran bagi perdaban Andalusia khususnya dan Eropa pada umumnya.
Adanya  sebuah keinginan kuat untuk membangun sebuah peradaban besar bagi Islam dan seluruhnya dengan membangun berbagai bangunan yang megah nan indah sebagai wujud puncak kemajuan. Bangunan Masjid , Universitas dan perpustakaan juga sebagai bentuk nyata adanya sebuah peradaban yang besar dan mendorong majunya intelektual masyarakatnya.
Peradaban Islam di Andalusia bisa dikatakan mampu mengimbangi peradaban Islam di Baghdad. Maka dari itu, Islam Andalusia seakan telah menyumbangkan sebuah warisan intelektual bagi masyarakat Spanyol dan daerah Eropa dalam upaya Reanaisance kebudayaannya.
Pada dasarnya, belajar sejarah ini adalah sebagai upaya untuk kembali mempelajari sebuah kejadian masa lampau sekaligus sebagai bahan pelajaran bagi kita semua. Sejarah sebenarnya hanya berarti pada dirinya dan kejadiannya sendiri, dia takkan bermakna, jika kita tak memberinya makna.












DAFTAR PUSTAKA
 

Mahmudunnasir, Syed, 1993, Islam (Konsepsi Dan Sejarahnya), Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Murodi,  2014, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT.Karya Toha Putra

Sou’yb, Joesoef , Sejarah Daulat Ummayah II di Cordova, Jakarta: Bulan Bintang
Yatim, Badri, 1993,  Sejarah Peradaban Islam,  Jakarta: Raja Grafindo Persada


[1] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 87
[2] Drs. Murodi, MA, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT.Karya Toha Putra, 2004), hlm. 89
[3] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 89
[4]  Ibid.,
[5] Ibid.,
[6] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Ummayah II di Cordova, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 61.
[7] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 94
[8] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Ummayah II di Cordova, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 9.
[9] Ibid.,
[10] Syed Mahmudunnasir, Islam (Konsepsi Dan Sejarahnya), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1993) hlm. 284-285.
[11] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 97
[12] Ibid., hlm. 98
[13] Ibid.,
[14] Ibid.,
[15] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Ummayah II di Cordova, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 47
[16] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 103
[17] Ibid.,
[18] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Ummayah II di Cordova, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 79
[19]. Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, (Kairo: Al-Maktabah al Misriyah, 1982), Juz 4, hlm. 76.
[20] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 105
[21] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Ummayah II di Cordova, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 175
[22] Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 107
[23] Ibid.,
[24] Ibid.,
[25] Ibid., hlm.109

Komentar

Postingan populer dari blog ini

fakta-fiktif, "TLEKEMONIKASI"

Menilik Hukum Perdagangan Manusia "Human Trafficking" dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

makalah bahasa Arab "Al-Mutsanna"